Sebuah keberanian dan ketegasan sikap kadang diperlukan dalam memilih sebuah jalan hidup. Anda percaya? Hm..baik, bagaimana kalau saya sodorkan sebuah nama yang cukup mewakili pada pernyataan di atas. Ya, dialah Ibn Al Faridh, anak seorang pejabat hukum di Kairo, yang tentu saja diharapkan ayahnya untuk menjadi faridh (notaris) namun beliau dengan tegas memilih jalan cinta/sufi yang kisah perkenalan dan pengenalan terhadapNya dituangkan lewat puisi-puisi mautnya. Puisi-puisi tersebut diwadahi dalam Diwan, sebuah karya klasik yang tetap menjadi buruan para pencinta maupun juga penyuka dunia filsafat. Sejatinya, Diwan ini kerap menyulut jiwa-jiwa untuk berani mengarung lautan Cinta. Hahaha, tapi ya itu, ini semata-mata kekaguman saya terhadap karya seni dari beliau, bukan sebuah ajakan agar turut arungi samudra Cinta tiada tepi, (ssstttt..sebab mencinta itu membutuhkan pengorbanan!, ha..ha), berikut adalah kata magis milik Ibn Al Faridh..
Dimana pepohonan di lembah memberikan teduhnya
pemabuk besar tersasar
Sendirian dengan pikiran-pikiran yang membingungkan
yang ditempatkan dengan asmara di dalam otaknya
ia kehilangan dan dalam kehilangannya menemukan jalan kembali: lihat, di lereng selatan dari ngarai itu
pandangan yang telah lama dinanti
yang terlihat jauh dari harapannya
Inilah Aqiq, sobat! Berhenti! jalan ini aneh. Kegairahan yang dibuat-buat
jika engkau memang tidak (ingin)berpura-pura, dan biarkan matamu bergerak leluasa
mataku yang dipenuhi air mata, tiada dapat bergerak.
Tanyakanlah pada rusa yang mewarnai lembah ini
tahukah ia tentang hatiku, gairahnya, dan kesukarannya?
puas dengan keindahannya dalam bermain-main
ia tidak menjaga kerendahan cintaku
seluruh hidupku adalah miliknya, hidup atau mati
engkau mengira ia tahu bahwa aku mencintai ketiadaanya
bahkan, aku begitu mencintai keberadaannya?hingga kugerakkan bayangannya di dalam mataku yang terbuka setiap malam?
sebuah fantasi dalam fantasi
Jadi, biarkanlah diriku tanpa penyelamat (atau) perdamaian dari para penasihat, karena aku tiada pernah bertekad, mendengarkan pendapat mereka!
dengan keanggunan dan kebaikannya,
aku bersumpah hatiku tidak akan berhenti
ketika ia berhenti, mengharapkan cinta.
Kesengsaraan adalah aku, aku berharap mendapatkan air ‘ Udzaib yang indah dan dengan rasa dinginnya memadamkan bara api di dalam hati
tetapi karena dahagaku teramat sangat,
tidak mengotori aliran yang mulia itu,
Oh, betapa dahaganya aku
akan cahayanya yang khayali!