Jaturampe

Beranda » Jawa

Category Archives: Jawa

Fulldie, Kematian Penuh? Oalah, Mak!

“Wannajmi idzaa haw(a)” kata Mbah Malik tiba-tiba. Kami dari beberapa pemuda yang selama delapan menit mengerubunginya menjadi kaget. Sungguh, bukan satu jawaban yang kami harapkan.

“Punapa maknanipun, Mbah Malik? kadose kokseje kalih ancas pitakone, Dik Karno kalawau!” Tanya Lik Dirman.
sempat kulirik raut muka kami yang terus bertaut. Ini benar-benar peristiwa yang menegangkan, apalagi untuk keramatnya malem Jumuah. Sementara Mbah Malik, masih asik menggosak-gosok batu persianya

“Demi bintang yang benar tenggelam, bukankah itu pembuka dari surat An-Najm ta, Mbah? Tentang soraya yang membenamkan diri bukan? Seloroh Wisnu tukang watu
“His, jangan sok tau, Wis, biarkan Mbah Malik dengan konsentrasinya, biarkan Mbah Malik dengan teropongan bintangnya
Tak berapa lama, terdengar dehem tiga kali dari arah Mbae, kamipun menyiapkan telinga untuk mendengar petuah-petuah.

“Dulu, Sembilan bintang itu merelakan diri, menyerahkan satu bagian tercantiknya pada ini negeri, lalu hingga detik ini, ia bertengger anggun di poster tiap instansi. Bukankan itu kerelaan yang luar biasa? Benar yang diucapkan saudaramu Wisnu tadi, Tsurayya yang hilang atau jatuh bersamaan dengan terbitnya Putra Sang Fajar. Nah, permasalahannya adalah, kini entah bisikan dewa mana yang menitahkan bahwa Marope menjadi tertiadakan sebab karakter harus diajarkan. Padahal Marope adalah bintangnya satu harapan. Penjaga dalam pekat, penjaga malam pekat, tanpa diajar, tanpa harus dibayar” Tuah Mbah Malik sembari menyedot rokok klembaknya.

“Sik-sik, Mbah. Lalu apa hubung semua ini? Tsurayya ini bintang tujuh kan, lalu apa itu fajar, dan apa pula itu Marope? Bingung aku, Mbah! Desak Lik Hasan penuh harap
“Jadi begini, Lik, singkatnya ada sembilan bintang utama dalam gugusan Pleiades yang terdiri dari Electra, Maia, Taygeta, Alcyone, Sterope, Marope, Atlas dan Pleione.” Jawabku mencoba untuk tidak mengawang-awang dan focus pada pokok diskusi yang membumi
“Lhah, lalu apa hubungannya dengan Full die scholl?” Tanya Lik Husni, menyergap tiba-tiba

“Nah itu, Tsurayya Sang Bintang tak tampak sebab ikhlas mengalah pada fajar sinar mentari, menjadi resah, jikalau nantinya ini negeri menjadi peteng ndedhet tak tampak bentuk dan kondisi. Lagian bukan Full Die Scholl tapi Full Day School, Lik Husni! Jawab Wakhid agak njalur.
“Oalah…Sang Bintang Sembilan sedang mriang butuh puyer bintang tujuh, ta? Canda Gambul

“Heh, kamu jangan gojek untuk kasus ini, Gambul! Sesungguhnya ini ranah pembicaraan yang ra gemen-gemen, lho, sesungguhnya Maa dhalla shaahibukum wamaa ghaw(a), Wamaa yanthiqu ‘anil haw(a)! Hardik Hasan

“Oh…mana tantu, mana tali-temali ituu! Kata Mbah Malik tiba-tiba berlarii

Punk Kuwi Pakanan Apa?

Jan-jane, Punk’s kuwi apa sih, Lik? Apa dan bagaimana hakikatnya? Sepertinya tampilannya kok, nggilani?” seloroh Wagiyah sedikit resah

Ah, jika kau resah begitu, tampak seperti mawar yang sedang merekah Giyah, lagian kok tumben lho kamu tonya-tanya pada Lik Januri? Kata Kasmudik sambil menyedot rokoknya. Kemudian dipandanginya muka Lik Januri dan mengangkat alisnya untuk menyiratkan agar Lik Januri segera menjawab pertanyaan Wagiyah

“Setau saya, Punk itu sekumpulan muda-mudi yang berikrar pada slogan DIY, Ginah? Do It Your self! Yah, memang untuk anak-anak punk di sini, kenalnya punk ya sebatas fashion atau mung aliran musik, yang tidak mainstream dan bedigasan, namun entah untuk ukuran spiritnya!” Jawab Lik Januri mriyayeni

“O, begitchu ya, Lik!” tapi tumindhaknya itu lho, Lik! Keta-kete sajak ora tedhas tapak paluning pande! Malah kepara rambut digawe skin? Ambu awak rada bacin, wedyan, Cuinn!” Kata Wagiyah

“Hahaha, ya begitulah Giyah. Tapi harap kamu tahu lho, banyak ragam komunitas punk itu. Ada yang bergenre Nazi Punk, Glam Punk, Anarki Punk, Belfast Punk, Scum Punk serta Oi Punk (jalanan) deelel. Nah, mereka masing-masing mempunyai ciri dan gaya. Barangkali yang pernah kamu lihat itu komunitas punk yang berkodekan Oi Punk tersebut. Ya, mereka memang lebih berani berekspresi dengan tampilan dirinya. Skinhead, sepatu boot atawa converse maupun sneaker, Hehehe, tapi harap ingat lho komunitas punk berjenis Glam Punk. Komunitas ini terdiri dari beragam seniman, serta kerja kreativitaslah yang senantiasa diagungkan. malah, mereka acapkali menghindari perselisihan dengan siapapun! Intinya ya spirit DIY, mandiri dan berkarya!” jawab Lik Januri dengan beberapa hela dan tarikan napas
“Oalah, mekaten ta? Kata pungki dengan satu mata penuh binar

“Kamu tertarik ya, Ki? Kalau iya, tuh Tanya Dul Jaturampe, barangkali ia mempunyai referensi-referensi! Kojah Kasmudik tiba-tiba

“Aha, kok aku malah dibawa-bawa sih? Tapi gak apa-apa wis, yen beneran kamu pingin tahu, Punk. Baik, nih aku rekomendasikan film tentang Hilly Kristal yang dikenal sebagai buapaknya Punk. Ia mendirikan CBGB. Ya, satu venue dimana para dedengkot musik punk bermain di sana. Tak kurang, Ramones, Mink Deville, Talking Heads, Tuff Darts, The Shirts, The Heartbreakers, The Fkeshtones, Sex Pistol, The Police, Green Day, serta barisan musisi punk angkatan pertama bermain di sana. Saya kok menduga nama Hillari Kristal akan abadi bersama dengan kata anarchi. Positif! Yang kedua adalah film berjudul Good Vibration. Sebut movie yang berkisah tentang bapaknya musik punk di Belfast, Irlandia Utara. Siapa lagi kalau bukan Terry Hooley. Woooh, beliau sangat berwibawa, murah senyum dan prinsipnya itu lhoh, sangat punk habis mesti tidak berambut skinhead. Ku yakin jika sampeyan menonton film-film tersebut, pendapat sampeyan tentang Punk bisa berubah!” jawabku dengan semangat

“Oalah, begitu ta, Mas, lha emange selain DIY, prinsip-prinsip punk itu apa sih, dan bukanya sampeyan itu aliran balada, ta, hakok ngerti punk beserta pilosopinya?” kata punki dengan dua mata penuh binar

“Haha, tonton saja filmnya dulu, ntar kita berdiskusi lagi! Tapi cluenya adalah Do it youself, berbagi dan berkreasi. Walaupun sampeyan tidak punk pun sampeyan termasuk punk jika melakukan itu tadi, hahaa, dan dengarkan saja lagu berjudul Laugh at me milik Sonny Bono, lagu balada yang menjadi lagu klasik kaum punk tua! Kataku sok bijaksana

Wualuahh!

Kembang Setaman 28/4/2017

Ikhtisar 2016 dari Mbah Darma

kakek-tua   Kaget juga, sore hari dapat kunjungan dari Mbah Darma, lelaki berusia lebih dari enam puluhan, tapi meski tua semangat dan pikirannya masih membumi,  emoh nglokro, kreatif walau cenderung nakal. Ahaaiii, Mbah Darma yang di kampung terkenal katokan congkrang, kaos triple five dan tetap keranjingan untuk berkelana antar desa dalam provinsi, Ih…

“Piye, hari-harimu, penuh dengan kerokan ataukah tualangan, Le? Sapa Mbah Darma dengan deret ggi rata khas generasi empat lima. Pangurrrr berjamaah…oh

“Ya, ajeg Mbah, rata membahana, dalam genggam rutinitas tiada dua” Jawabku masih mencoba menerka diskusi apa yang hendak Mbah Darma bangun.

“Oalah, padahal kedatanganku kemari hendak mempertanyakan, ringkasan apa yang hendak kau tulis di blogmu nanti, tahu sendiri tahun kemarin engkau bersama kesontoloyaanmu berhasil merangkum tahun 2014 dan tahun 2015 sebagai tahun lelaki, ciah…bocah kemplu, mbedhul nanging iya rada isa maca!” kata Mbah Darma setengah nge-rap

“Hee(mecengis bayem adem), kula boten mangertos, pendapat Panjenengan itu termasuk pujian ataukah jenis sarkasme, Mbah, tapi terus terang bacaan saya akhir tahun ini kok gelap, entah sebab tiada lilin atau malah terlalu banyak sinar merkuri, ngeri-teri bothok sambel, nehik di angka tiga belas, Mbah!” jawab sekenaku saja

Tampak dahi Mbahe mengerut, tapi hanya sekitar lima detik, perlahan namun pasti (halah kaya mlayune flashdisk) wae, ia memamerkan sederet gigi ratanya kembali, ough…panguuurrr  maneh, Beroo..

“Trembelane, katiwasan bar saka Banyu Biru aku mampir mrene, tibak’e nul prutul kaya iwak tunul, mosok blas ora ana kesimpulan setitik wae ta? (diam sejenak) tah perlu tak pompa iki?” kata Mbah Darma penuh selidik

“Sumangga kemawon, Mbah, kula ngestokaken dhawuh, tok..terotog..tog..tog..tog” jawabku sembari ndudut sabatang rokok.

“Wah, amatanmu kurang jeli, Le, tapi jan-jan bener kandamu kae, bahwa rong taun kepungkur tahune manungsa kang nglanangi, bahkan tumekan nganti saiki, nanging, (berdehem tiga kali) khususon taun sangar iki, kabeh berakhiran panJalukan ngapura! Masak kowe lali kasus aHokya Jakarta 51, masak kowe lali EfPeQ, mosok ora ngerti masalah Sutisna Dora Natali? piye ta?” kata Mbahe seperti penyiar tipi

Dalam hati yang kubangun agar senantiasa sebening embun pagi, aku membenarkan perkataan Mbahe, tapi sepertinya ada yang kurang, apa ya? Oalah beibeh, eng..ing…enggggggggg

“Lhoh, Mbah, mbahhh, contoh-contoh di atas banyak yang betul, tetapi mosok EfpeQ pernah meminta maap sih? Ih?

“Ya, yang meminta maaf ya saudara-saudaranya se-tanah air, ta! Jawab mbahe sembari terkekeh enggan berhenti!

Ampuuuuuutttt!

Daftar Bacaan Wajib Senator USA

  1. Indonesia dalam Lodeh dan Janganan
  2. Deru Padang Pasir antara Semangat dan Ancaman
  3. Aku Muak dengan Islam Garis Keras

Penjabaran OmTeloletOm!

Barangkali untuk beberapa bulan ini kita disibukkan dengan ungkapan OmTeloletOm. Tak kurang, mbok-mbok, kakek-nenek, babe-enyak dan anak-anak ya sing laki-laki maupun peyempuan ngomongkan kata tersebut. Tapi apa sih definisinya? apa sih Omteloletom itu? ada yang tau?

Memang, posting dan penjelasan omteloletom itu banyak di dunia maya, menjelaskan inilah, itu dihubungkan inilah, oalah beibeh! tapi sekali lagi, tak ada yang nyangkut dan tajam pernjelasannya.

Semula, saya pun alpa akan itu, beruntung saya mengenal Mbah Sukron, tetanggaku yang senantiasa nihil nilai. Ya, beliau sama sekali tak percaya apa itu nilai dan perkembangan jaman. Yang paling Ia pahami ya tahi kerbau, pupuk dan ladang. Mung kuwi tok, sementara gejala dan perkembangan manusia serta hal-hal yang berkaitan dengan tehnologi  lainnya beliau tak pernah ingin mengerti. Beliau terpedaya akan kenangan masalalu, teguh pada fenomena dulu.

“Mbah, Panjenengan tahu apa itu Omteloletom? tanyaku ketika beremu

“Omteloletom kuwi pada karo engkek-engkek, Le, wis kawit jaman bingen ana! jawabnya

“Tapi beda itu, Mbah, lha wong engkek-engkek itu mainan anak berupa balon yang saling terhubung kok, sementara Omteloletom kan gejala baru yang melanda Indonesia, mbah! tanyaku lagi

“Lha ya tetap pada ta? pada-pada dolanane cah cilik!” ujarnya sembari nyengir nyengit

“Tapi, mbah!”

“Sik, jajal tak tekoni kowe re, kira-kira wis tahu mbok cermati dalan nang gambar, utawa dalan nang vidio yutub kae durung, Le!” lanjut Mbah Sukron

Sebelum menjawab pertanyaan simbah, aku terbahak-bahak dulu, rupanya Mbah Sukron pernah dolan  ke yutub maupun media online, O alah beibeh!

“Memangnya ada apa dengan jalan dan yutub, Mbah! sergapku tiba-tiba

“Hanjo, dolanmu ya adoh, playumu nang omahe Yutub yang bola-bali, iki lho sing rame,tapi kowe ora ngerti maksud lan tujuane omteloletom, jian mbiangeti tenan kowe, Le! Yen kowe ora isa njawab, wis mandheg wae anggonmu dadi wong Jawa! kata Mbah Sukron sedikit marah

“Lhah, apa hubungannya jalan, omteloletom, Yutub dan orang Jawa, mbah?Waduh, kurang kopi kula!” jawabku sedikit gagu, “Please, beri sedikit clue, Mbah!

“Wis, titenana, nyegat bis sing duwe klakson sing banter, dalan mengko dadi rame omteloletom, nanging gatekna kanthi permati, dalan kuwi mengko dadi rubah, ujug-ujug ana senteng, ana tiang ana baliho sing gedhe, kang ora njarag uga kena kamerane bocah-bacah alaii! Omtelolet om dadi iklan kang gratis ta?

“Ueeeeedhuannnnnnn!!

Baca juga:

  1. Jawa dudu Rawa
  2. Pesen Saka Mbah Kemput
  3. Mbah Surgi Wong Lanang Kudu Duwe Manuk
  4. Pinter lan Keminter Kuwi Bedane:Angel!

Bukan Panggung Besar yang Kami Cari

Boleh jadi, sampeyan masih mengangankan panggung besar, tata dan sorot lampu yang menawan, dengan penonton berjubel menyambutkan. Sementara suara Master of Ceremony didukung sound system dengan suara membahana membelah malam yang terang benderang?

Tapi bagi kami, itu bukan pencarian lagi..

sebab titik pijak utawa adalah karya dengan balut rasa kekeluargaan yang tanpa motif. Semata karena cinta, semata karena buah hati yang bernama karya. Senang karena senang, bukan tendensi tiga tahun atau sepuluh tahun nantinya. Sebab, sebuah masa adalah masa, rahasia tetaplah rahasia.

Dan, hidup akan lebih indah dengan ruah makna hidup sebenarnya bukan?

DSC_0063

SwaTantu

So, silakan bangga dengan panggung besar yang terjadinya nantinya, dan kami tahu itu bisa jadi membanggakanmu. Tapi maaf, untuk kami, ruah makna dan karya adalah ukuran sebenarnya….

Roda Gerilya Berlanjut

Bukan gerilya kalau hanya sekali saja. Yup, barangkali filosofi inilah yang dianut kelompok SwaTantu ini. Dengan bekal seadanya, beaya yang benar-benar swadana, akhirnya tumbuh rencana untuk menggelar pertunjukan Roda Gerilya kembali.

Dan, penciptaan lagu pun bertambah, tidak tanggung-tanggung, dalam seminggu terkonsep dan tercipta lima lagu, dengan tema yang berlainan. Ada lagu dengan tema Kretek, Celengan Semar, Buat Karib dan lainnya.

iku

Kawan, mari kita hangatkan badan dengan ruah Roda Gerilya gerak karya, ! Awas, jangan ketisen. Tantu…Tantu, SwaTantu

SwaTantu: Roda Gerilya (Rahtawu)

Ada sebuah tarikan ghaib yang membuat kami membuat lagu tentangnya. Meski tentu saja ada sedikit rasa takut dalam membuat. Ya, sebuah gunung yang berada di sebelah Utara Kota Kudus itu memiliki magi, aura serta misteri yang kuat Rahtawu, demikianlah nama gunung Purba tersebut.

Dengan ketinggian sekitar 1.627 m dari permukaan laut, Rahtawu begitu memesona.  Puncak Songolikur. Jongring Saloka, beberapa petilasan diyakini dahulu memang benar-benar merupakan tempat bertapanya ‘Para resi’yang sering disebut penduduk sebagai sebutan Eyang.

Jelas ini tidak gemen-gemen, mengingat dan menimbang peta Kudus sendiri (jika terpisah dari kota lain) merupa dalam bentuk Semar bukan? Namun disitulah kami merasa perlu untuk mengabarkan sesuai dengan penangkapan kami.

Rahtawu, tempat berkumpulnya para Atma

yang merupa dalam dewa

Hayu hayu Rahtawu

Tawu tawu, Rahayu

Hayu hayuning buwana

Sluman slumun slamet

Luput nir sambikala